Cerpen Agus Noor
1.
AKU
terbang menikmati harum cahaya pagi yang bening keemasan bagai diluluri
madu, dan terasa lembut di sayap-sayapku. Sungguh pagi penuh anugerah
buat kupu-kupu macam aku. Kehangatan membuat bunga-bunga bermekaran
dengan segala kejelitaannya, dan aku pun melayang-layang dengan tenang
di atasnya.
Sesaat aku menyaksikan bocah-bocah manis yang berbaris
memasuki taman, dengan topi dan pita cerah menghiasi kepala mereka. Aku
terbang ke arah bocah-bocah itu. Begitu melihatku, mereka segera
bernyanyi sembari meloncat-loncat melambai ke arahku, "Kupu-kupu yang
lucuuu, kemana engkau pergiii, hilir mudik mencariii…"
Aku selalu
gembira setiap kali bocah-bocah itu muncul. Biasanya seminggu sekali
mereka datang ke taman ini, diantar ibu guru yang penuh senyuman
mengawasi dan menemani bocah-bocah itu bermain dan belajar. Berada di
alam terbuka membuat bocah-bocah itu menemukan kembali keriangan dan
kegembiraannya. Taman penuh bunga memang terasa menyenangkan, melebihi
ruang kelas yang dipenuhi bermacam mainan. Sebuah taman yang indah
selalu membuat seorang bocah menemukan keluasan langit cerah. Ah,
tahukah, betapa aku sering berkhayal bisa terbang mengarungi langit
jernih dalam mata bocah-bocah itu? Siapa pun yang menyaksikan pastilah
akan terpesona: seekor kupu-kupu bersayap jelita terbang melayang-layang
dalam bening hening mata seorang bocah…
Aku pingin menjadi seperti
bocah-bocah itu! Menjadi seorang bocah pastilah jauh lebih menyenangkan
ketimbang terus-menerus menjadi seekor kupu-kupu. Alangkah bahagianya
bila aku bisa menjadi seorang bocah lucu yang matanya penuh kupu-kupu.
Terus kupandangi bocah-bocah itu. Alangkah riangnya. Alangkah
gembiranya. Uupp, tapi kenapa dengan bocah yang satu itu?! Kulihat bocah
itu bersandar menyembunyikan tubuhnya di sebalik pohon. Dia seperti
tengah mengawasi bocah-bocah yang tengah bernyanyi bergandengan tangan
membentuk lingkaran di tengah taman itu…
Seketika aku waswas dan
curiga: jangan-jangan bocah itu bermaksud jahat --dia seperti anak-anak
nakal yang suka datang ke taman ini merusak bunga dan memburu kupu-kupu
sepertiku. Tapi tidak, mata bocah itu tak terlihat jahat. Sepasang
matanya yang besar mengingatkanku pada mata belalang yang kesepian. Dia
kucel dan kumuh, meringkuk di balik pohon seperti cacing yang
menyembunyikan sebagian tubuhnya dalam tanah, tak ingin dipergoki. Mau
apa bocah itu? Segera aku terbang mendekati…
Aku bisa lebih jelas
melihat wajahnya yang muram kecoklatan, mirip kulit kayu yang kepanasan
kena terik matahari. Dia melirik ke arahku yang terbang berkitaran di
dekatnya. Memandangiku sebentar, kemudian kembali mengawasi bocah-bocah
di tengah taman yang tengah main kejar-kejaran sebagai kucing dan tikus.
Aku lihat matanya perlahan-lahan sebak airmata, seperti embun yang
mengambang di ceruk kelopak bunga. Aku terbang merendah mendekati
wajahnya, merasakan kesedihan yang coba disembunyikannya. Dia menatapku
begitu lama, hingga aku bisa melihat bayanganku berkepakan pelan,
memantul dalam bola matanya yang berkaca-kaca…
Terus-menerus dia diam memandangiku.
2.
HERAN
nih. Dari tadi kupu-kupu itu terus terbang mengitariku. Kayaknya dia
ngeliatin aku. Apa dia ngerti kalau aku lagi sedih? Mestinya aku nggak
perlu nangis gini. Malu. Tapi nggak papalah. Nggak ada yang ngeliat.
Cuman kupu-kupu itu. Ngapain pula mesti malu ama kupu-kupu?! Dia kan
nggak ngerti kalau aku lagi sedih. Aku pingin sekolah. Pingin bermain
kayak bocah-bocah itu. Gimana ya rasanya kalau aku bisa kayak mereka?
Pasti
seneng. Nggak perlu ngamen. Nggak perlu kepanasan. Nggak perlu kerja di
pabrik kalau malem, ngepakin kardus. Nggak pernah digebukin bapak.
Kalau ajah ibu nggak mati, dan bapak nggak terus-terusan mabuk, pasti
aku bisa sekolah. Pasti aku kayak bocah-bocah itu. Nyanyi.
Kejar-kejaran. Nggak perlu takut ketabrak mobil kayak Joned. Hiii,
kepalanya remuk, kelindes truk waktu lari rebutan ngamen di perempatan.
Aku
senang tiduran di sini. Sembunyi-sembunyi. Nggak boleh keliatan, entar
diusir petugas penjaga kebersihan taman. Orang kayak aku emang nggak
boleh masuk taman ini. Bikin kotor --karena suka tiduran, kencing dan
berak di bangku taman. Makanya, banyak tulisan dipasang di pagar taman:
Pemulung dan Gelandangan Dilarang Masuk. Makanya aku ngumpet gini.
Ngeliatin bocah-bocah itu, sekalian berteduh bentar.
Kalau ajah aku
bebas main di sini. Wah, seneng banget dong! Aku bisa lari kenceng
sepuasnya. Loncat-loncat ngejar kupu-kupu. Nggak, nggak! Aku nggak mau
nangkepin kupu-kupu. Aku cuman mau main kejar-kejaran ama kupu-kupu.
Soalnya aku paling seneng kupu-kupu. Aku sering mengkhayal aku jadi
kupu-kupu. Pasti asyik banget. Punya sayap yang indah. Terbang ke sana
ke mari. Sering aku bikin kupu-kupu mainan dari plastik sisa bungkus
permen yang warna-warni. Aku gunting, terus aku pasang pakai lem. Kadang
cuman aku ikat pakai benang aja bagian tengahnya. Persis sayap kupu
beneran! Kalau pas ada angin kenceng, aku lemparin ke atas. Wuuss…
Kupu-kupuan plastik itu terbang puter-puter kebawa angin. Kalau
jumlahnya banyak, pasti tambah seru. Aku kayak ngeliat banyak banget
kupu-kupu yang beterbangan…
Ih, aneh juga kupu-kupu ini! Dari tadi
terus muterin aku. Apa dia ngerti ya, kalau aku suka kupu-kupu? Apa dia
juga tau kalau aku sering ngebayangin jadi kupu-kupu? Apa kupu-kupu juga
bisa nangis gini kayak aku? Bagus juga tuh kupu. Sayapnya hijau
kekuning-kuningan. Ada garis item melengkung di tengahnya. Kalau saja
aku punya sayap seindah kupu-kupu itu, pasti aku bisa terbang nyusul ibu
di surga. Ibu pasti seneng ngelus-elus sayapku…
Aku terus ngeliatin kupu-kupu itu. Apa dia ngerti yang aku pikirin ya?
3.
BERKALI-KALI, kupu-kupu dan si bocah bertemu di taman itu.
Kupu-kupu
itu pun akhirnya makin tahu kebiasaan si bocah, yang suka sembunyi di
sebalik pohon. Sementara bocah itu pun jadi hapal dengan kupu-kupu yang
suka mendekatinya dan terus-menerus terbang berkitaran di dekatnya.
Kupu-kupu itu seperti menemukan serimbun bunga perdu liar di tengah
bunga-bunga yang terawat dan ditata rapi, membuatnya tergoda untuk
selalu mendekati. Kadang kupu-kupu itu hinggap di kaki atau lengan bocah
itu. Bahkan sesekali pernah menclok di ujung hidungnya. Hingga bocah
itu tertawa, seakan bisa merasa kalau kupu-kupu itu tengah mengajaknya
bercanda.
Kupu-kupu dan bocah itu sering terlihat bermain bersama,
dan kerap terlihat bercakap-cakap. Dan apabila tak ada penjaga taman
(biasanya selepas tengah hari saat para penjaga taman itu selesai makan
siang lalu dilanjutkan tiduran santai sembari menikmati rokok) maka
kupu-kupu itu pun mengajak si bocah kejar-kejaran ke tengah taman.
"Ayolah, kejar aku! Jangan loyo begitu…," teriak kupu-kupu sembari terus terbang ke arah tengah taman.
Dan si bocah pun berlarian tertawa-tawa mengejar kupu-kupu itu.
"Kamu
curang! Kamu curang! Bagaimana aku bisa mengejarmu kalau kamu terus
terbang?! Kamu curang! Tungguuu kupu-kupuuu… Tungguuuu…"
Kupu-kupu
itu terus terbang meliuk-liuk riang. Lalu kupu-kupu itu hinggap di
setangkai pohon melati. Kupu-kupu itu menunggu si bocah yang berlarian
mendekatinya dengan napas tersengal-sengal.
"Coba kalau aku juga punya sayap, pasti aku bisa mengejarmu…," bocah itu berkata sambil memandangi si kupu-kupu.
"Apakah kamu yakin, kalau kamu punya sayap kamu pasti bisa menangkapku?"
"Pasti! Pasti!"
Kupu-kupu itu tertawa --dan hanya bocah itu yang bisa mendengar tawanya.
"Benarkah kamu ingin punya sayap sepertiku?" tanya kupu-kupu.
"Iya
dong! Pasti senang bisa terbang kayak kamu. Asal tau ajah, aku tuh
sebenernya sering berkhayal bisa berubah jadi kupu-kupu…" Lalu bocah itu
pun bercerita soal mimpi-mimpi dan keinginannya. Kupu-kupu itu
mendengarkan dengan perasaan diluapi kesyahduan, karena tiba-tiba ia
juga teringat pada impian yang selama ini diam-diam dipendamnya: betapa
inginnya ia suatu hari menjelma menjadi manusia…
"Benarkah kamu sering membayangkan dirimu berubah jadi kupu-kupu? Apa kamu kira enak jadi kupu-kupu seperti aku?"
"Pasti enak jadi kupu-kupu seperti kamu…"
"Padahal aku sering membayangkan sebaliknya, betapa enaknya jadi bocah seperti kamu…"
"Enakan juga jadi kamu!" tegas bocah itu.
"Lebih enak jadi kamu!" jawab kupu-kupu.
"Lebih enak jadi kupu-kupu!"
"Lebih enak jadi bocah sepertimu!"
Setiap
kali bertemu, setiap kali berbicara soal itu, kupu-kupu dan bocah itu
semakin saling memahami apa yang selama ini mereka inginkan. Bocah itu
ingin berubah jadi kupu-kupu. Dan kupu-kupu itu ingin menjelma jadi si
bocah.
"Kenapa kita tak saling tukar saja kalau begitu?" kata kupu-kupu.
"Saling tukar gimana?"
"Aku jadi kamu, dan kamu jadi aku."
"Apa bisa? Gimana dong caranya?"
"Ya saling tukar saja gitu…"
"Kayak
saling tukar baju?" Bocah itu ingat kalau ia sering saling tukar baju
dengan temen-temen ngamennya, biar kelihatan punya banyak baju. "Iya,
gitu?"
"Hmm, mungkin seperti itu..."
Keduanya saling pandang. Ah,
pasti akan menyenangkan kalau semua itu terjadi. Aku akan berubah jadi
kupu-kupu, batin bocah itu. Aku akan bahagia sekali kalau aku memang
bisa menjelma manusia, desah kupu-kupu itu dengan berdebar hingga
sayap-sayapnya bergetaran.
"Bagaimana?" kupu-kupu itu bertanya.
"Bagaimana apa?"
"Jadi
nggak kita saling tukar? Sebentar juga nggak apa-apa. Yang penting kamu
bisa merasakan bagaimana rasanya menjadi kupu-kupu. Dan aku bisa
merasakan bagaimana kalau jadi bocah seperti kamu. Setelah itu kita bisa
kembali lagi jadi diri kita sendiri. Aku kembali jadi kupu-kupu lagi.
Dan kamu kembali lagi jadi dirimu. Gimana?"
Si bocah merasa gembira
dengan usul kupu-kupu itu. Gagasan yang menakjubkan, teriaknya girang.
Lalu ia pun mencopot tubuhnya, agar kupu-kupu itu bisa merasuk ke dalam
tubuhnya. Dan kupu-kupu itu pun segera melepaskan diri dari tubuhnya,
kemudian menyuruh bocah itu masuk ke dalam tubuhnya. Begitulah, keduanya
saling berganti tubuh. Bocah itu begitu senang mendapati dirinya telah
berwujud kupu-kupu. Sedangkan kupu-kupu itu merasakan dirinya telah
bermetamorfosa menjadi manusia.
4.
WAH enak juga ya jadi
kupu-kupu! Bener-bener luar biasa. Lihat, sinar matahari jadi kelihatan
berlapis-lapis warna-warni lembut tipis, persis kue lapis. Aku juga
ngeliat cahaya itu jadi benang-benang keemasan, berjuntaian di sela-sela
dedaunan. Aku jadi ingat benang gelasan yang direntangkan dari satu
pohon ke pohon yang lain, setiap kali musim layangan. Aku lihat
daun-daun jadi tambah menyala tertimpa cahaya. Semuanya jadi nampak
lebih menyenangkan. Dengan riang aku melonjak-lonjak terbang. Terlalu
girang sih aku. Jadi terbangku masih oleng dan nyaris nubruk ranting
pohon.
"Hati-hati!"
Kudengar teriakan, dan kulihat kupu-kupu yang
kini telah merasuk ke dalam tubuh bocahku. Dia kelihatan panik
memandangi aku yang terbang jumpalitan. Aku bener-bener gembira. Tak
pernah aku segembira ini. Emang nyenengin kok jadi kupu-kupu.
Aku terus terbang dengan riang…
5.
TUBUHKU
perlahan-lahan berubah, dan mulai bergetaran keluar selongsong
kepompong. Kemudian kudengar gema bermacam suara yang samar-samar,
seakan-akan menghantarkan kepadaku cahaya pertama kehidupan yang
berkilauan. Dan aku pun seketika terpesona melihat dunia untuk pertama
kalinya, terpesona oleh keelokan tubuhku yang telah berubah. Itulah yang
dulu aku rasakan, ketika aku berubah dari seekor ulat menjadi
kupu-kupu. Dan kini aku merasakan keterpesonaan yang sama, ketika aku
mendapati diriku sudah menjelma seorang bocah. Bahkan, saat ini, aku
merasakan kebahagiaan yang lebih meruah dan bergairah.
Aku pernah
mengalami bagaimana rasanya bermetamorfosa, karena itu aku bisa menahan
diri untuk lebih menghayati setiap denyut setiap degup yang menandai
perubahan tubuhku. Aku merasakan ada suara yang begitu riang mengalir
dalam aliran darahku, seperti berasal dari jiwaku yang penuh tawa
kanak-kanak. Aku ingin melonjak terbang karena begitu gembira. Tapi
tubuhku terasa berat, dan aku ingat: aku kini tak lagi punya sayap.
Lalu
kulihat bocah itu, yang telah berubah menjadi kupu-kupu, terbang begitu
riang hingga nyaris menabrak ranting pepohonan. Aku berteriak
mengingatkan, tetapi bocah itu nampaknya terlalu girang dalam tubuh
barunya. Dia pasti begitu bahagia, sebagaimana kini aku berbahagia.
Kusaksikan
bocah itu terbang riang mengitari taman, kemudian hilang dari
pandangan. Aku pun segera melenggang sembari bersiul-siul. Tapi aku
langsung kaget ketika seorang penjaga taman menghardikku, "Hai!! Keluar
kamu bangsat cilik!" Kulihat penjaga taman itu mengacungkan pemukul kayu
ke arahku. Segera aku kabur keluar taman.
6.
KETIKA bocah
yang telah berubah menjadi kupu-kupu itu terbang melintasi etalase
pertokoan, ia bisa melihat bayangan tubuhnya bagai mengambang di kaca,
dan ia memuji penampilannya yang penuh warna. Sayapnya hijau
kekuning-kuningan dengan garis hitam melengkung di bagian tengahnya.
Rasanya seperti pangeran kecil berjubah indah.
Tapi segera ia menjadi
gugup di tengah lalu lalang orang-orang yang bergegas. Bising lalu
lintas membuatnya cemas. Puluhan sepeda motor dan mobil-mobil
mendengung-dengung mirip serangga-serangga raksasa yang siap melahapnya.
Ia gemetar, tak berani menyeberang jalan. Dari kejauhan ia melihat truk
yang menderu bagai burung pelatuk yang siap mematuk. Tiba-tiba ia
menyadari, betapa mengerikannya kota ini buat seekor kupu-kupu sekecil
dirinya. Sungguh, kota ini dibangun bukan untuk kupu-kupu sepertiku. Ia
merasakan dirinya begitu rapuh di tengah kota yang semerawut dan
bergemuruh. Gedung-gedung jadi terlihat lebih besar dan begitu menjulang
dalam pandangannya. Tiang-tiang dan bentangan kawat-kawat tampak
seperti perangkap yang siap menjerat dirinya. Semua itu benar-benar tak
pernah terbayangkan olehnya. Ketika ia sampai dekat stasiun kereta, ia
menyaksikan trem-trem yang berkelonengan bagaikan sekawanan ular naga
dengan mahkota berlonceng terpasang di atas kepala mereka. Sekawanan
ular naga yang menjadi kian mengerikan ketika malam tiba. Ia menyaksikan
orang-orang yang keluar masuk perut naga itu, seperti mangsa yang
dihisap dan dikeluarkan dari dalam perutnya…
Ia begitu gemetar
menyaksikan itu semua, dan buru-buru ingin pergi. Ia ingin kembali ke
taman itu. Ia ingin segera kembali menjadi seorang bocah.
7.
SEMENTARA
itu, kupu-kupu yang telah berubah jadi bocah seharian berjalan-jalan
keliling kota. Lari-lari kecil keluar masuk gang. Main sepak bola.
Bergelantungan naik angkot. Kejar-kejaran di atas atap kereta yang
melaju membelah kota. Rame-rame makan bakso. Ia begitu senang karena
bisa melakukan banyak hal yang tak pernah ia lakukan ketika dirinya
masih berupa seekor kupu-kupu.
Tengah malam ia pulang dengan perasaan
riang, sembari membayangkan rumah yang bersih dan tenang. Hmm, akhirnya
aku bisa merasakan bagaimana enaknya tidur dalam sebuah rumah. Selama
ini ia hanya tidur di bawah naungan daun, kedinginan didera angin malam.
Rasanya ia ingin segera menghirup semua ketenangan yang dibayangkannya.
Tapi
begitu ia masuk rumah, langsung ada yang membentak, "Dari mana saja
kamu!" Ia lihat seorang laki-laki yang menatap nanar ke arahnya. Ia
langsung mengkerut. Ia tak pernah membayangkan akan menghadapi suasana
seperti ini.
"Brengsek! Ditanya diam saja," laki-laki itu kembali
membentak, mulutnya sengak bau tuak. Inikah ayah bocah itu? Ia ingat,
bocah itu pernah bercerita tentang bapaknya yang seharian terus mabuk
dan suka memukulinya. Ia merasakan ketakutan yang luar biasa ketika
laki-laki itu mencekik lehernya. "Uang!" bentak laki-laki itu, "Mana
uangnya?! Brengsek! Berapa kali aku bilang, kamu jangan pulang kalau
nggak bawa uang!"
Ia meronta berusaha melepaskan diri, membuat
laki-laki itu bertambah marah dan kalap. Ia rasakan tamparan keras
berkali-kali. Ia rasakan perih di kulit kepalanya ketika rambutnya
ditarik dan dijambak, lantas kepalanya dibentur-benturkan ke dinding. Ia
merasakan cairan kental panas meleleh keluar dari liang telinganya.
Kemudian perlahan-lahan ia merasakan ada kegelapan melilit tubuhnya,
seakan-akan membungkus dirinya sebagai kepompong. Ia rasakan sakit yang
bertubi-tubi menyodok ulu hati. Membuatnya muntah. Saat itulah bayangan
bocah itu melintas, dan ia merasa begitu marah. Kenapa dia tak pernah
cerita kalau bapaknya suka menghajar begini? Ia megap-megap gelagapan
ketika kepalanya berulang-ulang dibenamkan ke bak mandi…
8.
UDAH
hampir seharian aku nunggu. Kok dia belum muncul juga ya? Aku mulai
bosen jadi kupu-kupu begini. Cuma terbang berputar-putar di taman.
Habis, aku takut terbang jauh sampai ke jalan raya kayak kemarin sih!
Takut ketubruk, dan sayap-sayapku remuk. Padahal sebelum jadi kupu-kupu,
aku paling berani nerobos jalan. Aku juga bisa berenang, dan menyelam
sampai dasar sungai ngerukin pasir. Sekarang, aku cuman terbang,
terus-terusan terbang. Nyenengin sih bisa terbang, tapi lama-lama bosen
juga. Apalagi kalau cuman berputar-putar di taman ini.
Cukup deh aku
ngrasain jadi kupu-kupu gini. Banyak susahnya. Apa karna aku nggak
terbiasa jadi kupu-kupu ya? Semaleman ajah aku kedinginan. Tidur di
ranting yang terus goyang-goyang kena angin, kayak ada gempa bumi ajah.
Aku ngeri ngeliat kelelawar nyambar-nyambar. Ngeri, karena aku ngerasa
enggak bisa membela diri. Waktu jadi bocah aku berani berkelahi kalau
ada yang ngancem atau ganggu aku. Sekarang, sebagai kupu-kupu, aku jadi
ngerasa gampang kalahan. Nggak bisa jadi jagoan! Karna itu aku ingin
cepet-cepet berhenti jadi kupu-kupu...
Nggak bisa deh kalau hanya
nunggu-nunggu begini. Gelisah tau! Kan kemarin dia janji, hanya mau
tukar sebentar. Apa dia keenakan jadi aku, ya? Jangan-jangan dia lagi
rame-rame ngelem ama kawan-kawannku. Atau dia lagi didamprat ayah? Ah,
moga-moga ajah tidak. Tapi ngapain sampai gini hari belum datang juga?
Terus terang aku udah cemas. Aku mesti ketemu dia. Aku nggak mau
terus-terusan jadi kupu-kupu gini.
Baiklah, daripada cemas gini, mendingan aku nyusul dia. Apa dia pulang ke rumahku ya? Aku mesti nyari dia, ah!
9.
IA
mendapati kemurungan di sekitar rumahnya. Bocah yang telah menjadi
kupu-kupu itu bisa merasakan indera kupu-kupunya menangkap kelebat
firasat, sebagaimana indera serangga bila merasakan bahaya. Ia mencium
bau kematian, bagaikan bau nektar yang menguar. Dan ia bergegas terbang
masuk rumah. Ia tercekat mendapati tubuh bocah itu terbujur di ruang
tamu. Memar lebam membiru, mengingatkannya pada rona bunga bakung layu.
Apa yang terjadi? Alangkah menyedihkan melihat jazad sendiri. Segalanya
terasa mengendap pelan, namun menenggelamkan. Ia terbang berkelebat
mendekati para tetangganya yang duduk-duduk bercakap-cakap pelan.
Kemudian ia mencoba mengajak para tetangga itu bercakap-cakap dengan
isyarat kepakan sayapnya. Tapi tak ada yang memahami isyaratnya. Tentu
saja mereka tak tahu bagaimana caranya berbicara pada seekor kupu-kupu
sepertiku! Dan ia merasa kian ditangkup sunyi, terbang berputar-putar di
atas jazadnya. Ia merasakan duka itu, melepuh dalam mata yang terkatup.
Sepasang kelopak mata yang membiru itu terlihat seperti sepasang sayap
kupu-kupu yang melepuh rapuh. Ia terbang merendah, dan mencium kening
jazad itu. Saat itulah ia mendengar percakapan beberapa pelayat.
"Lihat kupu-kupu itu…"
"Aneh, baru kali ini aku melihat kupu-kupu hinggap di kening orang mati."
"Kupu-kupu itu seperti menciumnya…"
"Mungkin kupu-kupu itu tengah bercakap-cakap dengan roh yang barusan keluar dari tubuh bocah itu."
Bocah
yang telah berubah menjadi kupu-kupu itu kemudian terbang keluar
ruangan, dan orang-orang yang melihatnya seperti menyaksikan roh yang
tengah terbang keluar rumah. Tapi ke mana roh kupu-kupu itu? Ia tak tahu
ke mana roh kupu-kupu itu pergi. Apa sudah langsung terbang membumbung
ke langit sana? Apakah kalau kupu-kupu mati juga masuk surga?
Di
surga, aku harap roh kupu-kupu itu bertemu ibuku. Aku ingin dia
bercerita pada ibuku, bagaimana kini aku telah menjadi seekor kupu-kupu
yang terus-menerus dirundung rindu. Semua kejadian berlangsung bagaikan
bayang-bayang yang dengan gampang memudar namun terus-menerus membuatku
gemetar.
Bunga-bunga mekar dan layu, sementara aku masih saja selalu
merasa perih setiap mengingat kematian kupu-kupu yang menjelma jadi
diriku itu. Kuharap bapak membusuk di penjara. Aku terbang, terus
terbang, berusaha meneduhkan kerisauanku. Aku ingin terbang menyelusup
ke mimpi setiap orang, agar mereka bisa mengerti kerinduan seorang bocah
yang berubah menjadi kupu-kupu. Dapatkah engkau merasakan kesepian
seorang bocah yang berubah menjadi kupu-kupu seperti aku?
Aku terbang
mencari taman yang dapat menentramkanku. Aku terbang mengitari
taman-taman rumah yang menarik perhatianku. Aku suka bertandang ke
rumah-rumah yang penuh keriangan kanak-kanak. Keriangan seperti itu
selalu mengingatkan pada seluruh kisah dan mimpi-mimpiku. Aku suka
melihat anak-anak itu tertawa. Aku suka terbang berkitaran di dekat
jendela kamar tidur mereka.
Seperti pagi ini. Dari jendela yang
hordennya separuh terbuka, aku menyaksikan bocah perempuan yang masih
tertidur pulas. Kamar itu terang, dan cahaya pagi membuatnya terasa
lebih tenang. Sudah sejak beberapa hari lalu aku memperhatikan bocah
perempuan itu. Dari luar jendela, dia terlihat seperti peri cilik cantik
yang terkurung dalam kotak kaca. Aku terbang menabrak-nabrak kaca
jendelanya. Aku ingin masuk ke dalam kamar bocah perempuan itu. Betapa
aku ingin menyelusup ke dalam mimpinya…
10.
HANGAT pagi mulai
terasa menguap di horden jendela yang setengah terbuka, tetapi kamar
berpendingin udara itu tetap terasa sejuk. Bocah perempuan itu masih
meringkuk dalam selimut. Sebentar ia menggeliat, dan teringat kalau hari
ini Mamanya akan mengajak jalan-jalan. Karena itu, meski masih malas,
bocah perempuan itu segera bangun, dan ia terpesona menatap cahaya
bening matahari di jendela. Seperti sepotong roti panggang yang masih
panas diolesi mentega, cahaya matahari itu bagaikan meleleh di atas
karpet kamarnya. Cuping hidung bocah itu kembang-kempis, seakan ingin
menghirup aroma pagi yang harum dan hangat.
Di luar jendela,
dilihatnya seekor kupu-kupu tengah terbang menabrak-nabrak kaca jendela,
seperti ingin masuk ke dalam kamarnya. Segera ia mendekati jendela. Ia
pandangi kupu-kupu itu. Sayapnya, hijau kekuning-kuningan, bergaris
hitam melengkung di tengah-tengahnya. Seperti kupu-kupu dalam mimpiku
semalam, gumam bocah perempuan itu. Lalu ia ingat mimpinya semalam: ia
bertemu seorang bocah yang telah menjelma kupu-kupu. Terus ia pandangi
kupu-kupu itu. Kayaknya kupu-kupu itu yang semalam muncul dalam mimpiku?
Jangan-jangan itu memang kupu-kupu yang semalam meloncat keluar
mimpiku? Bocah perempuan itu ingin membuka jendela. Tapi jendela itu
penuh teralis besi. Lagi pula daun jendelanya dikunci mati, karena orang
tuanya takut pencuri. Bocah perempuan itu hanya bisa memandangi
kupu-kupu yang terus terbang menabrak-nabrak kaca jendela…
Pintu
kamar terbuka, muncul Mamanya yang langsung terkejut mendapati anaknya
tengah berdiri gelisah memandangi jendela. "Kenapa?" tanya Mama sambil
memeluk putrinya dari belakang, berharap pelukannya akan membuat
putrinya tenang.
"Kasihan kupu-kupu itu, Mama…"
"Kenapa kupu-kupu itu?"
"Aku ingin kenal kupu-kupu itu."
"Kamu ingin tahu kupu-kupu? Kamu suka kupu-kupu?"
Bocah perempuan itu mengangguk.
"Kalau
gitu cepet mandi, ya. Biar kita bisa cepet jalan-jalan. Nanti habis
Mama ke salon kita mampir ke toko buku, beli buku tentang kupu-kupu.
Kamu boleh pilih sebanyak-banyaknya… Atau kamu pingin ke McDonald dulu?"
Bocah
perempuan itu menatap ibunya. Ia ingin mengatakan sesuatu. Ingin
bercerita soal mimpinya semalam. Ingin mengatakan kenapa ia suka pada
kupu-kupu di luar itu. Ia ingin menceritakan apa yang dirasakannya, tapi
tak tahu bagaimana cara mengatakan pada Mamanya.
Setelah lama terdiam, baru bocah itu berkata, "Gimana ya, Ma… kalau suatu hari nanti aku menjadi kupu-kupu?"
Mamanya
hanya tersenyum. Sementara kupu-kupu di luar jendela itu terus-menerus
terbang menabrak-nabrak jendela, seperti bersikeras hendak masuk dan
ingin menjawab pertanyaan bocah perempuan itu.
11.
PERNAHKAH
suatu pagi engkau menyaksikan seekor kupu-kupu bertandang ke rumahmu?
Saat itu engkau barangkali tengah sarapan pagi. Engkau tersenyum ke arah
anakmu yang berwajah cerah, seakan-akan masih ada sisa mimpi indah yang
membuat pipi anakmu merona merah. Engkau segera bangkit ketika
mendengar anakmu berteriak renyah, "Papa, lihat ada kupu-kupu!"
Dan
engkau melihat kupu-kupu bersayap hijau kekuning-kuningan dengan garis
hitam melengkung di bagian tengahnya sedang terbang berputar-putar
gelisah di depan pintu rumahmu. Kupu-kupu itu terlihat ragu-ragu ingin
masuk ke rumahmu. Apakah yang melintas dalam benakmu, ketika engkau
melihat kupu-kupu itu?
Kuharap, pada saat-saat seperti itu, engkau terkenang akan aku: seorang bocah yang telah berubah menjadi seekor kupu-kupu…